Buscar

Páginas

Jangan Ada Dengki



Allah...Lama sungguh tak jenguk blog sampai layout blog pun dah lupa camane ghopenye....ahaha...maaf kalian...

dah lama sebenarnye nak share artikel nih yang saya dikongsi oleh kakak ticher nur yang tersayang....sangat bermanfaat buat diri saya yang suka sangat cemburu nih....moga bermanfaat buat kalian jua.....

hayati...
fahami...
muhasabah....

Sumber: Zaafarani Zahirul Haq



JANGAN ADA DENGKI

"Janganlah kalian saling mendengki, saling menfitnah (untuk suatu persaingan yang tidak sihat), saling membenci, saling memusuhi dan jangan pula saling menzalimi hak (Jual-beli) orang lain. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslimnya yang lain, ia tidak menzaliminya, tidak mempermalukannya, tidak mendustakannya dan tidak pula melecehkannya. Takwa tempatnya adalah di sini -seraya Nabi SAW menunjuk ke dadanya tiga kali. Telah elok seseorang disebut melakukan kejahatan, kerana ia melecehkan saudara muslimnya. Setiap muslim atas sesama muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannya. "
(HR. Muslim dari Abu Hurairah ra).
---------------------------------
Di tengah hiruk pikuk kehidupan sosial-politik dan tarik menarik kepentingan ketika ini, sungguh kita patut merenungkan secara mendalam wasiat Nabi SAW di atas.

Jika didiagnosa dengan pendekatan iman, maka sebab dan sumber segala penyakit sosial umat adalah penyakit hati. Dan salah satu penyakit hati yang sangat ganas serta berbahaya bagi kesihatan hati adalah penyakit dengki. Bahayanya lagi, penyakit dengki ini tidak bekerja sendirian, tetapi; untuk memperparah penyakit hati yang diserangnya- ia melahirkan penyakit-penyakit turunan, sebagaimana disebutkan Nabi SAW di atas, yaitu saling menfitnah, saling membenci, saling memusuhi dan seterusnya.

Secara umum dengki atau iri hati dapat diertikan kebencian terhadap orang lain yang memiliki kenikmatan atau keutamaan yang melebihi dirinya.

Bahkan terkadang pula, sampai benci terhadap nikmat apapun yang diterima orang lain, meskipun dirinya memiliki kenikmatan tersebut, bahkan lebih banyak. Misalnya, dengki kepada kawan yang baru naik pangkat, dengki kepada jiran tetangga yang baru saja beli kereta, dengki kepada saudara yang semua anaknya sarjana dan berkedudukan tinggi dan sebagainya. Kehidupan modern yang serba materialistik saat ini, di mana segala sesuatu, hingga kejayaan diukur dengan wang dan material- lebih berpeluang untuk membuka 'pancuran hati' untuk saling
mendengki.

Dengki itu bertingkat-tingkat.

Pertama, ada pendengki yang berusaha menghilangkan nikmat yang diperoleh orang yang didengkinya, dengan ucapan seperti fitnah dan perbuatan, meskipun dia tidak mengharapkan nikmat tersebut pindah kepada dirinya.


Kedua, ada pendengki yang selain berusaha menghilangkan nikmat dari orang yang didengkinya, ia juga berusaha memindahkan nikmat tersebut kepada dirinya. Kedua macam dengki tersebut adalah dengki yang sangat tercela. Dan dosa dengki itulah yang merupakan dosa iblis. Iblis dengki kepada Adam kerana Allah memberi keutamaan kepada Adam atas segenap malaikat dengan menyuruh para malaikat sujud (sebagai penghormatan) kepada Adam, mengajarkannya nama segala sesuatu dan menempatkannya di Syurga. Demikianlah lalu iblis dengan kedengkiannya berusaha mengeluarkan Adam dari Syurga.

Ketiga, ada orang yang bila mendengki orang lain, ia tidak melanjutkan dengki itu dalam bentuk ucapan mahupun perbuatan. Dan demikian itulah tabiat yang sekaligus kelemahan manusia; hampir selalu menginginkan memiliki apa yang dimiliki orang lain. Menurut riwayat dari Al-Hasan, selama tidak dibuktikan dengan ucapan dan perbuatan, iri hati jenis ini tidak berdosa. Namun tentu, sebaiknya ia hilangkan perasaan dengki dan iri tersebut dari dalam hatinya, hingga tidak menjadi penyakit.

Dalam beberapa riwayat yang dha'if disebutkan, dengki jenis ketiga ini ada dua macam:

a) Ia tidak sanggup menghilangkan perasaan dengki dan iri itu dari dalam dirinya. Ia kalah dengan dirinya sendiri. Ia berusaha menepis, tapi perasaan dengki dan iri itu masih timbul tenggelam dalam hatinya. Namun ia tidak melanjutkannya dalam bentuk ucapan mahupun perbuatan. Iri jenis ini tidak membuatnya berdosa.

b) Ia sengaja membisikkan perasaan iri dan dengki itu ke dalam hatinya. Ia mengulang-ulang bisikan itu, dan hatinya menikmati bisikan tersebut, sehingga mengangankan agar nikmat itu hilang dari saudaranya. Tetapi dia tetap tidak melanjutkan dengkinya itu, baik dalam bentuk ucapan mahupun perbuatan. Keadaan seperti ini adalah sama dengan orang yang berkeinginan kuat melakukan maksiat. Tentang dosa dengki jenis ini, para ulama berbeza pendapat. Tetapi yang jelas, secara realiti, orang yang mendengki pada tahap ini, sangat sulit dapat selamat dari ucapan-ucapan yang menunjukkan dia memendam kedengkian. Kerana itu, ia boleh terjerumus kepada dosa.

Keempat, ada lagi iri hati yang tidak menginginkan nikmat itu hilang dari kawannya, tetapi ia berusaha keras bagaimana mendapatkan nikmat semacam itu.

Jika nikmat tersebut bersifat duniawi, maka tidak ada kebaikannya sama sekali. Iri hati seperti inilah yang juga ditunjukkan oleh orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia, seperti yang dilakukan orang-orang kepada Qarun.

Allah berfirman:
"(Mereka berkata), 'Duhai seandainya kami memiliki sebagaimana yang diberikan kepada Qarun." (Al-Qashash: 79).

Jika nikmat itu bersifat ukhrawi, maka ia adalah kebaikan. Sebagaimana disebutkan oleh Nabi SAW:

"Tidak boleh dengki dan iri hati kecuali dalam dua hal; iaitu iri hati terhadap orang yang dikurniai harta dan dia selalu menginfakkannya pada malam dan siang hari. (juga iri) kepada orang yang diberi kepandaian membaca Al-Qur'an, dan dia membacanya setiap malam dan siang."
(HR. Bukhari dan Muslim).

Dan inilah yang dinamakan ghibthah (keinginan). Disebut dengan hasad/iri (tetapi yang baik) sebagai bentuk peminjaman istilah belaka (isti'arah).

Buruknya Dengki

Dalam bahasa sarkasme (sarcasm), orang pendengki adalah orang yang senang melihat orang lain dilanda bencana, dan itu disebut syamatah. Syamatah dengan hasad selalu berkait berkelindan. Dari sini kita tahu, betapa jahat seorang pendengki, ia tidak rela melihat orang lain bahagia, sebaliknya ia bersukacita melihat orang lain bergelimang lara. Allah menggambarkan sikap dengki ini dalam firmanNya:

"Bila kamu memperoleh kebaikan, maka hal itu menyedihkan mereka, dan kalau kamu ditimpa kesusahan maka mereka girang kerananya."
(Ali Imran: 120)

Dengki juga merupakan sikap orang-orang ahli Kitab, Allah berfirman: "Kebanyakan orang-orang ahli Kitab menginginkan supaya mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, disebabkan oleh kedengkian (hasad) yang ada dalam jiwa mereka."
(Al-Baqarah: 109)

Kedengkian saudara-saudara Yusuf kepada dirinya, mengakibatkan sebahagian mereka ingin menghabisi nyawa saudaranya sendiri, Yusuf Alaihis Salam, Allah mengisahkan dalam firmanNya:

"(Iaitu) ketika mereka berkata: Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai ayah kita daripada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata. Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu sahaja dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik." (Yusuf: 8-9)

Terhadap orang-orang pendengki tersebut Allah dengan sangat keras mencela: "Apakah mereka dengki kepada manusia lantaran kurnia yang Allah telah berikan kepadanya?" (An Nisa': 54)

Sebab-sebab Dengki

Pertama: Kerana kecintaan kepada dunia

Rasa dengki pada dasarnya tidak timbul kecuali kerana kecintaan kepada dunia. Dan dengki biasanya banyak terjadi di antara orang-orang terdekat; diantara keluarga, diantara teman sejawat, diantara jiran tetangga dan orang-orang yang berdekatan lainnya. Sebab rasa dengki itu timbul kerana saling berebut pada satu tujuan. Dan itu tak akan terjadi pada orang-orang yang saling berjauhan, kerana pada keduanya tidak ada ikatan sama sekali. Jika dikaitkan dengan teori-teori sosial, maka faktor timbulnya rasa dengki juga hampir sama dengan faktor timbulnya konflik. Menurut teori konflik, konflik hanya terjadi pada orang-orang yang saling berdekatan, baik dalam hal pekerjaan, jabatan, kekeluargaan dan sebagainya.

Berbeza dengan pecinta dunia, orang-orang yang mencintai akhirat, yang mencintai untuk mengetahui Allah, malaikat, nabi-nabi dan kerajaanNya di langit mahupun di bumi maka mereka tidak akan dengki kepada orang yang mengetahui perkara yang sama. Bahkan sebaliknya, mereka malah mencintai dan bergembira terhadap orang-orang yang mengetahuiNya. Kerana maksud mereka adalah mengetahui Allah dan mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi-Nya. Dan kerana itu, tidak ada kedengkian di antara mereka.

Kecintaan kepada dunia yang mengakibatkan dengki diantara sesama disebabkan oleh banyak perkara. Di antaranya kerana permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia tidak suka orang lain menerima nikmat, kerana dia adalah musuhnya. Diusahakanlah agar jangan ada kebajikan pada orang tersebut. Bila musuhnya itu mendapat nikmat, hatinya menjadi sakit kerana bertentangan dengan tujuannya. Permusuhan itu tidak sahaja terjadi antara orang yang sama kedudukannya, tetapi boleh juga terjadi antara atasan dan bawahannya. Sehingga orang bawahan, misalnya selalu berusaha menggoyang kekuasaan dan wibawa atasannya. Atau sebaliknya, orang atasan selalu menindas dan menzalimi bawahannya.

Kedua: adalah ta'azzuz (merasa paling mulia).

Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya. Ia takut bila sekerja mendapat kekuasaan, pengetahuan atau harta yang dapat mengungguli dirinya.

Ketiga: takbur atau sombong.

Ia memandang remeh orang lain dan kerana itu dia ingin agar dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut bila orang lain memperoleh nikmat, berbalik dan tidak mahu tunduk padanya.

Termasuk dalam sebab ini adalah kedengkian orang-orang kafir Quraisy kepada Nabi SAW, seorang anak yatim tapi kemudian dipilih Allah untuk menerima wahyuNya. Kedengkian orang-orang kafir Quraisy itu dilukiskan Allah dalam firmanNya:

"Dan mereka berkata:'Mengapa Al-Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekkah dan Thaif) ini?" (Az Zukhruf: 31)

Maksudnya, orang-orang kafir Quraisy itu tidak keberatan mengikuti Muhammad, andai sahaja beliau itu keturunan orang besar, tidak dari anak yatim atau orang biasa.

Keempat, merasa ta'ajub dan megah terhadap kehebatan dirinya.

Perkara ini sebagaimana yang biasa terjadi pada umat-umat terdahulu ketika menerima dakwah para rasul Allah. Mereka hairan manusia yang sama dengan dirinya, bahkan yang lebih rendah kedudukan sosialnya, lalu menyandang pangkat kerasulan, kerana itu mereka mendengkinya dan berusaha menghilangkan pangkat kenabian tersebut, sehingga mereka berkata:

"Adakah Allah mengutus manusia untuk menjadi Rasul?" (Al Mu'minun: 34).

Allah menjawab kehairanan mereka dengan firmanNya:

"Dan apakah kamu (tidak percaya) dan hairan bahawa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan seorang lelaki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu dan mudah-mudahan kamu bertakwa dan supaya kamu mendapat Rahmat?" (Al A'raaf: 63)

Kelima, takut mendapat saingan.

Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khuatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan. Kerana itu, setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi. Bila tidak, dan persaingan terjadi, ia takut kalau dirinya tersaingi dan kalah.

Dalam perkara ini dapat kita misalkan dengan apa yang terjadi antara dua wanita yang merebut seorang calon suami, atau sebaliknya. Atau sesama murid di hadapan gurunya, seorang alim dengan alim lainnya untuk mendapat pengikut yang lebih banyak dari lainnya, dsb.

Keenam, ambisius (ambitious) dalam hal kepemimpinan (hubbur riyasah).

Hubbur riyasah dengan hubbul jah (suka pangkat/kedudukan) adalah saling berkaitan. Ia tidak menoleh terhadap kelemahan dirinya, seolah-olah dirinya tidak ada tolok bandingnya. Jika ada orang di hujung dunia yang ingin menandinginya, tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan lebih baik orang itu mati sahaja atau paling tidak hilang pengaruhnya.

Ketujuh, Bakhil dalam hal kebaikan terhadap sesama hamba Allah.

Ia gembira jika disampaikan khabar padanya bahawa si fulan tidak berhasil dalam usahanya. Sebaliknya, ia merasa sedih jika diberitakan, si fulan telah berhasil mencapai kesuksesan dan pangkat yang dicarinya. Orang semacam ini senang bila orang lain mundur dari dirinya, seakan-akan orang lain itu mengambil dari milik dan simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu tidak jatuh pada dirinya
sendiri, agar ia tidak jatuh pada orang lain. Ia tidak saja bakhil dengan hartanya sendiri, tetapi bakhil dengan harta orang lain. Ia tidak rela Allah memberi nikmat kepada orang lain. Dan inilah sebab kedengkian yang banyak terjadi. Selain perkara di atas, mungkin masih ada sebab-sebab kedengkian lain, tapi paling tidak, inilah sebab yang banyak terjadi.

Terapi Mengubati Dengki

Hasad atau dengki adalah penyakit hati yang paling berbahaya. Dan hati tidak boleh diubati kecuali dengan ilmu dan amal. Ilmu tentang dengki iaitu hendaknya kita ketahui tentang hakikat hasad yang sangat membahayakan kita, baik dalam hal agama mahupun dunia.

Kedengkian itu setitikpun tidak membahayakan orang yang kita dengki, baik dalam hal agama mahupun dunianya, bahkan ia malah memetik manfaat darinya. Dan nikmat itu tidak akan hilang dari orang yang kita dengki hanya kerana kedengkian kita. Bahkan seandainya ada orang yang tidak beriman kepada hari Kebangkitan, tentu lebih baik baginya meninggalkan sifat dengki daripada harus menanggung sakit hati yang berkepanjangan dengan tiada manfaat sama sekali, apatah lagi jika kemudian siksa akhirat yang sangat pedih menanti?

Bahkan kemenangan itu ada pada orang yang didengki, baik untuk agama mahupun dunia. Dalam hal agama, orang itu teraniaya oleh si pendengki, apalagi jika kedengkian itu tercermin dalam kata-kata, umpatan, penyebaran rahsia, keburukan, fitnah dsb. Dan balasan itu akan dijumpainya di akhirat. Adapun manfaatnya di dunia, orang pendengki itu tujuannya yang terpenting ialah kesusahan orang yang didengkinya.

Kegembiraan orang yang didengki adalah kesedihan pendengki. Dan itu tidak berpengaruh sama sekali terhadap kehidupan orang yang didengki.

Terapi amal untuk menghilangkan sifat dengki yaitu hendaknya kita melakukan apa yang merupakan lawan dari kedengkian. Misalnya, jika kita merasakan telah timbul iri hati kepada perbuatan seseorang, hendaknya kita berusaha memuji perbuatan baiknya. Jika jiwa ingin sombong, hendaknya kita melawannya dengan rendah hati. Jika dalam hati kita terbetik keinginan menahan nikmat orang lain maka kita harus berusaha menambahkan nikmat itu untuknya.

Jangan sampai rasa iri itu kita beri kesempatan tumbuh dalam hati kita. Kita harus berusaha menghilangkannya. Kita mesti cepat-cepat mendekati orang yang kita dengki itu dengan berbagai bentuk kebaikan, mendoakannya, menyiarkan keutamaan-keutamaannya dsb. Sampai orang yang kita dengki itu menjadi saudara muslim yang kita cintai, sebagaimana kita mencintai diri kita sendiri. Memanglah kelihatannya sulit, tetapi kita harus usahakan, bila ingin bebas dari sifat dengki dan iri hati.

Bagaimana dengan orang yang didengki? Konon, bila ulama salaf mendengar ada orang yang iri pada mereka, mereka segera memberi kepada orang tersebut berbagai macam hadiah.

Akhirnya mari kita renungkan kata-kata Ibnu Sirin: 'Saya tidak pernah mendengki kepada seorangpun dalam urusan dunia, sebab jika dia penduduk Syurga; maka bagaimana aku menghasutnya dalam urusan dunia sedangkan dia berjalan menuju Syurga. Dan jika dia penduduk Neraka, bagaimana mungkin aku menghasut dalam urusan dunianya sementara dia sedang berjalan menuju ke neraka."

Rasulullah SAW bersabda:

"Jauhilah dengki, kerana dengki itu memakan kebaikan sebagaimana api makan kayu bakar." (HR. Abu Daud).

Sekian, syukran buat yang sudi membaca...semoga artikel ini bermanfaat buat kalian sepertimana ia bermanfaat buat diri saya...
 

Followers